Asal Usul Tari Gandrung
Kata βgandrungβ dalam bahasa Jawa berarti tergila-gila atau jatuh cinta. Awalnya, tari ini merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat Blambangan (cikal bakal Banyuwangi) setelah berhasil mengusir penjajah Belanda dalam Perang Puputan Bayu pada tahun 1771.
Dulunya, tarian ini dipersembahkan sebagai bentuk penghormatan kepada Dewi Sri, dewi kesuburan dalam kepercayaan masyarakat agraris. Namun seiring waktu, fungsi dan bentuknya berkembang menjadi hiburan rakyat yang ditampilkan dalam berbagai acara seperti panen raya, khitanan, hingga pesta rakyat.
Makna Cinta dan Kesetiaan dalam Tari Gandrung
Lebih dari sekadar tari hiburan, Gandrung menyiratkan filosofi cinta dan kesetiaan yang dalam:
Cinta pada tanah air: Dalam sejarahnya, tarian ini lahir dari perjuangan rakyat membela tanah kelahiran.
Kesetiaan terhadap budaya leluhur: Di tengah arus modernisasi, masyarakat Osing tetap menjaga kelestarian tari Gandrung sebagai warisan budaya.
Simbol keindahan dan kelembutan wanita: Penari Gandrung biasanya adalah perempuan muda (dulu pernah laki-laki), yang menggambarkan sosok wanita idealβanggun, bersahaja, dan penuh rasa cinta.
Ciri Khas Tari Gandrung
Ada beberapa hal yang membuat Gandrung mudah dikenali dan berbeda dari tarian tradisional lainnya:
1. Kostum dan Aksesoris
Penari Gandrung mengenakan kostum khas berwarna merah, hitam, dan emas, lengkap dengan omprok (mahkota kepala), selendang, dan kebaya. Omprok biasanya dihiasi ornamen bunga dan burung garuda, melambangkan kekuatan dan kecantikan.
2. Iringan Musik Tradisional
Tari Gandrung diiringi musik khas yang dimainkan oleh gamelan Banyuwangi, yang terdiri dari kendang, gong, biola, dan kluncing. Lagu-lagu seperti βUluk Salamβ dan βSekar Jenangβ sering mengiringi tarian ini.
3. Tukar Selendang
Penari akan memberikan selendang kepada penonton pria sebagai ajakan menari bersama. Ini menjadi bagian interaktif dan unik dalam pertunjukan Gandrung, sekaligus simbol keterbukaan dan kebersamaan.
Gandrung Sewu: Perayaan Massal Tari Gandrung
Setiap tahun, Banyuwangi menggelar Gandrung Sewu, yaitu pertunjukan tari Gandrung massal yang melibatkan lebih dari 1.000 penari di tepi Pantai Boom. Acara ini telah mencuri perhatian nasional dan internasional karena keindahan visual, kekompakan gerakan, dan pesan budaya yang kuat.
Gandrung Sewu tak hanya menjadi atraksi pariwisata, tapi juga panggung pelestarian budaya dan ajang bagi generasi muda untuk mencintai kesenian tradisional mereka.
Tari Gandrung di Masa Kini
Meski berakar dari tradisi, Tari Gandrung telah banyak beradaptasi dengan zaman. Kini, banyak sekolah dan sanggar seni di Banyuwangi yang mengajarkan tari ini kepada anak-anak. Bahkan, beberapa koreografer modern menggabungkan unsur Gandrung dengan tarian kontemporer untuk memperkenalkan budaya Osing ke tingkat global.
Tak jarang juga Tari Gandrung diundang tampil di acara kenegaraan, festival budaya luar negeri, hingga tampil di media nasional sebagai ikon Banyuwangi.
Kesimpulan: Lebih dari Sekadar Tari, Gandrung Adalah Identitas
Tari Gandrung adalah bukti bahwa kebudayaan lokal mampu bertahan di tengah derasnya arus globalisasi. Ia bukan hanya indah dilihat, tapi juga sarat makna dan sejarah. Cinta, kesetiaan, penghormatan, dan keindahan menyatu dalam setiap gerak dan alunan musiknya.
Jika kamu berkunjung ke Banyuwangi, jangan lewatkan kesempatan untuk menyaksikan langsung pertunjukan Tari Gandrung. Karena di balik setiap lenggokan tangan dan senyum penari, tersimpan kisah tentang jati diri masyarakat Banyuwangi yang penuh cinta dan semangat menjaga warisan budaya.