
1. Awal yang “Biasa”, Berujung Kengerian
Arc ini awalnya terlihat seperti petualangan biasa Gon dan Killua untuk menyelamatkan Kite dari ancaman semut raksasa. Tapi lambat laun, cerita berkembang menjadi kisah tragis tentang evolusi spesies, invasi, dan pembantaian besar-besaran.
Chimera Ant bukan sekadar musuh—mereka adalah spesies baru hasil mutasi, yang berkembang sangat cepat dan punya kemampuan menyerap kekuatan makhluk yang mereka makan, termasuk manusia. Akibatnya, kengerian demi kengerian mulai muncul, membuat suasana arc ini semakin gelap.
2. Kematian Sadis yang Tak Terduga
Salah satu alasan kenapa arc ini terasa begitu brutal adalah karena kematian para karakter dilakukan secara tiba-tiba, kejam, dan tanpa peringatan. Bahkan karakter seperti Kite, yang tampak akan menjadi mentor jangka panjang, dibunuh dengan sangat cepat dan brutal oleh Neferpitou.
Pembunuhan massal juga menjadi bagian utama dari cerita. Kota-kota dihancurkan, warga sipil dibantai demi “makanan,” dan bahkan anak-anak tidak luput dari korban. Ini adalah pemandangan yang jarang—bahkan sangat langka—dalam anime shonen.
3. Gon yang Kehilangan Kendali
Gon Freecss selama ini dikenal sebagai karakter utama yang ceria, optimis, dan penuh harapan. Namun, di arc ini, penonton menyaksikan transformasi mengerikan Gon saat diliputi rasa marah dan putus asa setelah kehilangan Kite.
Dalam pertarungannya melawan Pitou, Gon mengorbankan seluruh potensi hidupnya demi kekuatan instan, berubah menjadi versi dirinya yang dewasa dan sangat destruktif. Momen ini sangat emosional dan menyakitkan karena:
Gon hampir tidak bisa dikenali lagi sebagai tokoh protagonis.
Ia hampir membunuh dirinya sendiri demi membalas dendam.
Ini bukan hanya titik balik cerita, tapi juga momen yang menghancurkan emosional penonton.
4. Musuh yang “Terlalu Manusiawi”
Salah satu kekuatan besar dari arc ini adalah bagaimana musuh utamanya, Meruem, digambarkan secara kompleks. Meruem awalnya muncul sebagai raja tiran yang haus kekuasaan dan kejam. Namun, seiring waktu, penonton mulai melihat sisi manusiawi dan lembutnya, terutama melalui hubungannya dengan Komugi, seorang gadis buta yang menjadi lawan mainnya dalam permainan Gungi.
Interaksi mereka perlahan mengubah pandangan Meruem terhadap kehidupan, cinta, dan kematian. Hubungan ini membuat penonton merasa simpati terhadap sosok yang seharusnya menjadi antagonis utama, dan itulah kejeniusan narasi dari arc ini.
5. Pengorbanan Netero dan Ledakan Nuklir
Pertarungan klimaks antara Chairman Isaac Netero dan Meruem adalah salah satu momen paling legendaris. Netero, sebagai Hunter terkuat, mempertaruhkan nyawanya dalam duel brutal yang akhirnya harus diakhiri dengan ledakan bom nuklir mini, yang dikenal sebagai Poor Man’s Rose.
Kematian Netero bukan hanya simbol pengorbanan, tapi juga kritik moral terhadap senjata pemusnah massal dan keputusasaan manusia. Bahkan setelah ledakan itu, Meruem tidak mati begitu saja, yang membuat segalanya makin menyakitkan.
6. Tema Kematangan dan Realitas Kejam Dunia
Berbeda dari arc lain yang mungkin penuh harapan dan pertumbuhan positif, Chimera Ant Arc justru menawarkan:
Kehilangan
Keputusasaan
Kritik sosial
Moral abu-abu
Penonton diajak melihat bahwa tidak semua pahlawan menang, tidak semua penjahat jahat sepenuhnya, dan bahwa dunia kadang memang kejam tanpa alasan.
Arc yang Meninggalkan Luka
Chimera Ant Arc dalam Hunter x Hunter bukan hanya brutal secara visual, tapi juga brutal secara emosional dan filosofis. Ia menghancurkan ekspektasi, merusak harapan, dan memperlihatkan bahwa bahkan di dunia fiksi, tidak semua kisah punya akhir bahagia.
Tak heran banyak penonton mengakui: mereka butuh waktu untuk pulih secara mental setelah menonton arc ini. Kalau kamu sudah menontonnya, kamu pasti paham—dan jika belum, bersiaplah. Karena ini bukan sekadar cerita. Ini trauma yang dikemas dalam bentuk anime.