
Kalau kamu anak 90-an yang hobi main PlayStation 1, pasti tahu bahwa tidak semua game di era itu ramah anak. Salah satu judul yang sampai sekarang masih membekas di benak para gamer jadul adalah Clock Tower. Game ini bukan hanya menegangkan tapi juga bikin trauma karena kamu tidak bisa melawan musuh!
Ya, benar. Di game Clock Tower, kamu tidak dibekali senjata apapun. Satu-satunya hal yang bisa kamu lakukan saat terancam hanyalah: lari dan sembunyi. Konsep ini berhasil membuat banyak pemain panik, deg-degan, bahkan ada yang meninggalkan stik dan kabur dari layar TV.
Mari kita kupas kenapa Clock Tower layak disebut sebagai game jadul paling menakutkan dan bikin frustasi—tanpa satu pun peluru.
Kisah Mencekam dari Gadis-Gadis Yatim Piatu
Clock Tower bercerita tentang seorang gadis muda bernama Jennifer Simpson, yang bersama teman-temannya diadopsi dari panti asuhan oleh seorang pria misterius. Mereka dibawa ke sebuah rumah besar yang suram dan jauh dari pemukiman. Tapi bukannya hidup bahagia, mereka malah mendapati bahwa rumah itu menyimpan rahasia mengerikan.
Tak butuh waktu lama sebelum satu per satu temannya menghilang, dan Jennifer sadar bahwa mereka sedang diburu oleh seorang pembunuh berantai bertubuh pendek bersenjata gunting raksasa, yang dikenal sebagai Scissorman.
Ketegangan Total Tanpa Alat Bertahan Diri
Berbeda dengan game survival horror seperti Resident Evil atau Silent Hill, Clock Tower menawarkan pendekatan yang lebih “realistis” dalam hal bertahan hidup. Jennifer tidak bisa menyerang. Tidak ada pistol, pisau, atau granat. Bahkan kamu tidak bisa menendang!
Yang bisa kamu lakukan hanyalah:
Berlari saat Scissorman muncul
Bersembunyi di lemari, balik tirai, atau di bawah tempat tidur
Mencari petunjuk untuk membuka jalan keluar
Menenangkan diri saat panik agar bisa bergerak lagi
Ketegangan muncul karena kamu tidak pernah tahu kapan Scissorman akan muncul. Kadang dia muncul dari balik pintu, lemari, atau bahkan langit-langit—dan langsung mengejarmu dengan suara “cling-cling” dari gunting besarnya. Serius, suara itu saja sudah cukup bikin panik total.
Gameplay Point-and-Click yang Unik tapi Mencekam
Satu hal yang membuat Clock Tower berbeda adalah sistem point-and-click, di mana kamu menggunakan kursor untuk memindahkan karakter, memeriksa objek, dan memilih lokasi untuk bersembunyi. Mekanisme ini memperlambat reaksi pemain, dan justru itu yang membuat permainan makin menegangkan.
Saat kamu melihat Scissorman muncul di layar, kamu harus dengan cepat klik tempat persembunyian atau jalan keluar. Jika kamu salah klik atau terlalu lambat, Jennifer akan diserang dan bisa mati mengenaskan.
Atmosfer Horor yang Efektif Tanpa Banyak Darah
Meski secara teknis tidak terlalu brutal, Clock Tower berhasil membangun atmosfer mencekam lewat:
Musik latar yang berubah drastis saat Scissorman muncul
Sound effect yang menyeramkan (terutama suara langkah dan gunting)
Visual yang suram dan pencahayaan minimal
Lokasi-lokasi sunyi seperti rumah tua, sekolah kosong, dan gedung tua
Game ini menunjukkan bahwa kengerian tidak selalu harus berdarah-darah. Ketakutan psikologis yang dibangun dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan tekanan waktu justru lebih membekas.
Akhir Cerita Tergantung Pilihanmu
Clock Tower punya beberapa ending yang berbeda, tergantung pada pilihan dan tindakan kamu selama permainan. Apakah kamu berhasil menyelamatkan diri? Apakah temanmu hidup atau mati? Atau malah kamu sendiri yang menjadi korban?
Hal ini membuat game ini punya nilai replay tinggi dan mendorong pemain untuk mencoba berbagai cara bertahan. Tapi tentu saja, kamu harus siap mental tiap kali bermain ulang.
Teror yang Masih Hidup dalam Ingatan
Meskipun sudah lebih dari dua dekade berlalu, Clock Tower masih dianggap sebagai salah satu game horor paling mengerikan—karena kesederhanaannya dan karena kamu benar-benar merasa tidak berdaya.
Game ini mengajarkan bahwa terkadang, ketakutan terbesar bukan berasal dari musuh kuat, tapi dari situasi di mana kamu tak bisa melakukan apa-apa selain lari. Dan untuk anak-anak 90-an yang pernah mencobanya, Clock Tower bukan hanya game—itu adalah trauma masa kecil yang tak terlupakan.