Anime-Manga

Beberapa Alasan Buruknya Adaptasi The Beginning After The End: Ekspektasi Tinggi, Eksekusi Mengecewakan😞

The Beginning After The End (TBATE) merupakan salah satu manhwa populer bergenre fantasi dan reinkarnasi yang telah memikat jutaan pembaca di seluruh dunia. Dengan cerita yang kompleks, karakter utama yang karismatik, dan sistem dunia yang luas, banyak penggemar berharap TBATE akan diadaptasi menjadi anime dengan kualitas tinggi—setara dengan Solo Leveling atau bahkan Mushoku Tensei. Namun sayangnya, ketika adaptasi mulai diumumkan, gelombang antusiasme tersebut berubah menjadi kekecewaan besar. Adaptasi The Beginning After The End dinilai buruk oleh para penggemar dan kritikus, baik dari segi visual, alur cerita, hingga pemahaman terhadap materi sumbernya. Dalam artikel ini, kita akan mengulas mengapa adaptasi The Beginning After The End dianggap gagal, dan bagaimana ekspektasi tinggi dari penggemar berubah menjadi rasa kecewa yang mendalam.

1. Visualisasi yang Tidak Memenuhi Standar

Salah satu kekecewaan terbesar datang dari kualitas animasi dan desain karakter. Adaptasi TBATE yang sangat dinanti malah tampil dengan visual seadanya, bahkan cenderung di bawah standar untuk anime modern.

Alih-alih memanjakan mata dengan dunia sihir yang megah, pertempuran epik, dan transformasi spektakuler—adaptasi ini malah tampil kaku, statis, dan tidak imersif. Desain karakter tidak setia pada manhwa aslinya, dengan ekspresi wajah dan proporsi tubuh yang tidak konsisten dari satu adegan ke adegan lain.


2. Cerita yang Dipadatkan Secara Berlebihan

Manhwa The Beginning After The End dikenal dengan pace cerita yang terstruktur dengan baik, terutama dalam pembangunan karakter dan sistem sihir dunia. Namun, dalam versi adaptasinya, banyak arc penting yang dipotong atau dilompati.

Misalnya, alur tentang masa kecil Arthur yang seharusnya menjadi pondasi emosional justru hanya disinggung secara singkat. Akibatnya, penonton baru yang tidak membaca manhwa merasa bingung dan tidak terhubung dengan motivasi karakter.

Pemangkasan ini merusak alur emosi, memperlemah build-up konflik, dan menghilangkan kedalaman narasi yang menjadi kekuatan utama TBATE.


3. Pengisi Suara dan Dialog yang Kurang Menghidupkan Karakter

Adaptasi anime (atau animasi) yang kuat sangat bergantung pada aktor suara (seiyuu atau dubber) yang dapat membawa jiwa pada karakter. Sayangnya, banyak penggemar mengkritik bahwa pengisi suara dalam adaptasi TBATE terdengar kaku dan tidak cocok, terutama untuk karakter utama, Arthur Leywin.

Dialog yang harusnya penuh emosi atau karisma malah terdengar datar, membuat interaksi antarkarakter terasa hambar. Hal ini memperkuat kesan bahwa adaptasi ini kurang digarap dengan cinta dan pemahaman akan karakter asli.


4. Produksi Terburu-Buru dan Studio yang Kurang Berpengalaman

Banyak penggemar menduga bahwa masalah utama dalam adaptasi ini adalah pemilihan studio produksi yang kurang mumpuni. Studio yang mengerjakan TBATE disebut-sebut belum memiliki rekam jejak kuat dalam menangani animasi aksi skala besar.

Dengan jadwal produksi yang sempit dan tekanan dari popularitas manhwa-nya, hasilnya adalah produk setengah matang yang terasa tergesa-gesa. Ini mengingatkan kita pada kegagalan adaptasi anime God of High School, yang juga kehilangan momentum karena pacing buruk dan kurangnya perhatian terhadap pembangunan cerita.


5. Reaksi Keras dari Komunitas Penggemar

Adaptasi buruk The Beginning After The End tidak hanya mengecewakan, tapi juga memicu reaksi negatif dari komunitas penggemar global. Forum-forum seperti Reddit, Discord, dan Twitter dipenuhi kritik pedas dan meme yang menyindir buruknya eksekusi.

Rating rendah di platform seperti MyAnimeList atau YouTube membuktikan bahwa penggemar merasa dikhianati, terutama setelah bertahun-tahun menantikan adaptasi ini. Banyak yang mengatakan adaptasi ini lebih baik tidak ada sama sekali daripada dirilis dalam kondisi seperti sekarang.


6. Konsekuensi untuk Adaptasi Manhwa Lain

Kegagalan TBATE bisa berdampak buruk terhadap kepercayaan penggemar terhadap adaptasi manhwa lainnya. Genre isekai dan reinkarnasi yang sedang naik daun bisa tercoreng jika eksekusinya buruk.

Penggemar kini lebih waspada dan tidak mudah percaya saat mendengar pengumuman adaptasi. Jika studio tidak menunjukkan komitmen terhadap kualitas, maka adaptasi selanjutnya bisa gagal sejak awal.


7. Masih Ada Harapan? Potensi Reboot atau Season Baru

Meski banyak kritik, sebagian penggemar masih berharap bahwa TBATE bisa diperbaiki melalui reboot atau peningkatan kualitas di season berikutnya. Ini bukan hal mustahil—banyak anime yang mengalami peningkatan besar dari season pertama ke berikutnya, seperti Attack on Titan atau Black Clover.

Namun, hal ini membutuhkan evaluasi menyeluruh, termasuk perubahan tim produksi, penulisan ulang naskah, dan kolaborasi lebih erat dengan kreator asli. Hanya dengan dedikasi tinggi, adaptasi TBATE bisa ditebus dan diselamatkan.


Kesimpulan: Pelajaran dari Adaptasi Gagal

Adaptasi The Beginning After The End adalah contoh nyata bahwa popularitas sumber asli tidak menjamin keberhasilan adaptasi. Butuh perhatian terhadap detail, pemahaman terhadap materi, serta komitmen terhadap kualitas untuk menghadirkan animasi yang memuaskan.

Bagi penggemar TBATE, ini tentu menyakitkan. Namun, juga menjadi pengingat bahwa kualitas lebih penting daripada kecepatan. Daripada terburu-buru mengejar hype, akan lebih baik jika studio menunggu hingga siap menyajikan adaptasi yang benar-benar pantas.

What's your reaction?

Related Posts