Apa Itu Tradisi Kebo-Keboan?
Tradisi Kebo-Keboan adalah ritual adat masyarakat Desa Aliyan dan Desa Alasmalang di Banyuwangi yang digelar setiap tahun pada bulan Suro (penanggalan Jawa). Dalam tradisi ini, sejumlah warga pria berdandan menyerupai kerbau (kebo) lengkap dengan cat hitam di seluruh tubuh, tanduk dari kayu, dan atribut lainnya.
Mereka kemudian “dibajak” di sawah oleh petani, layaknya kerbau sungguhan, sambil berjalan merangkak dan mengeluarkan suara-suara seperti binatang. Prosesi ini tak jarang diiringi dengan gerakan tidak sadar, kesurupan, hingga ritual penyembuhan oleh para sesepuh adat. Semuanya berlangsung dalam suasana sakral dan penuh kepercayaan spiritual.
Asal Usul Tradisi yang Penuh Makna
Tradisi Kebo-Keboan dipercaya sudah ada sejak ratusan tahun lalu, sebagai bentuk permohonan kepada Tuhan agar terhindar dari pagebluk (wabah penyakit) dan gagal panen. Masyarakat meyakini bahwa dengan menjalankan tradisi ini, mereka akan mendapat perlindungan dari roh jahat dan alam akan kembali memberikan kesuburan.
Dahulu kala, masyarakat yang menggantungkan hidup dari pertanian sangat rentan terhadap bencana alam. Karena itu, upacara ini dijadikan semacam “komunikasi” spiritual dengan alam. Kerbau dalam budaya Jawa adalah simbol kesuburan dan kekuatan. Dengan menjelma sebagai kerbau, manusia dianggap sedang menyatu dengan alam.
Prosesi Mistis yang Menarik Perhatian
Rangkaian acara Kebo-Keboan dimulai dengan doa dan sesajen yang dipimpin oleh tetua adat. Para peserta kemudian dirias dan melakukan prosesi “membajak sawah” secara simbolik. Saat prosesi berlangsung, tak sedikit dari mereka yang mengalami kesurupan, berbicara dalam bahasa yang tidak dimengerti, bahkan bertingkah aneh.
Uniknya, masyarakat sekitar tidak panik. Justru, momen kesurupan dianggap sebagai pertanda ritual berhasil “diterima” oleh alam. Setelah itu, para peserta akan disadarkan kembali oleh pemuka adat melalui air kembang dan mantra-mantra tertentu.
Atmosfer tradisi ini sangat kuat ada musik tradisional, tarian, dan iring-iringan warga yang mengenakan pakaian adat. Tak heran jika wisatawan yang menyaksikannya merasa seperti memasuki dunia lain.
Pelestarian Budaya di Tengah Modernisasi
Meski penuh unsur mistis, tradisi Kebo-Keboan tetap dijaga dan dikembangkan oleh generasi muda. Bahkan, pemerintah daerah Banyuwangi telah menjadikan tradisi ini sebagai agenda tahunan pariwisata budaya, untuk memperkenalkan kearifan lokal kepada dunia luar.
Kini, tradisi ini tidak hanya menjadi ritual spiritual, tapi juga panggung seni pertunjukan rakyat, sekaligus alat edukasi budaya bagi generasi muda. Banyak sekolah dan komunitas yang mulai mengajarkan makna Kebo-Keboan agar tidak punah ditelan zaman.
Tips Jika Ingin Menonton Tradisi Ini
Waktu terbaik: Bulan Suro (biasanya bertepatan dengan Agustus atau September).
Lokasi: Desa Aliyan dan Desa Alasmalang, Banyuwangi.
Datang pagi hari: Karena prosesi biasanya dimulai sejak pagi dan berlangsung hingga siang.
Hormati budaya lokal: Jangan mengganggu peserta atau prosesi, dan selalu minta izin jika ingin mengambil foto dekat.
Siapkan mental: Karena nuansa mistis cukup kental, apalagi saat ada peserta yang kesurupan.
Penutup: Tradisi yang Bukan Sekadar Atraksi
Tradisi Kebo-Keboan adalah salah satu bentuk kekayaan budaya Banyuwangi yang menggambarkan kedekatan manusia dengan alam dan spiritualitas. Perpaduan antara seni, adat, dan kepercayaan ini menjadikan Kebo-Keboan lebih dari sekadar tontonan—ia adalah warisan leluhur yang layak dihormati dan dilestarikan.
Kalau kamu mencari pengalaman wisata budaya yang autentik dan berbeda, tradisi Kebo-Keboan wajib masuk daftar destinasi kamu saat berkunjung ke Banyuwangi!