Techno

Teknologi Baru Penyimpanan Data di DNA, Terinspirasi dari Cara Kerja Sel Tubuh Kita

Pernah dengar soal menyimpan data di dalam DNA? Kedengarannya kayak fiksi ilmiah, tapi ini benar-benar nyata dan makin canggih. Sekelompok peneliti baru-baru ini mengembangkan teknik baru untuk menyimpan data di DNA yang jauh lebih mudah digunakan. Yang keren, teknik ini terinspirasi dari cara sel tubuh manusia bekerja. Nggak perlu jadi ilmuwan DNA buat bisa cobain!

Apa itu Penyimpanan Data di DNA?
Secara sederhana, DNA bisa dianggap sebagai hard disk biologis. Satu gram DNA bisa menyimpan sekitar satu triliun gigabyte data. Itu luar biasa banget kalau dibandingkan dengan perangkat penyimpanan digital yang kita pakai sehari-hari.

Ide ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1950-an, saat Richard Feynman mengusulkannya pertama kali. Tapi realisasinya baru benar-benar bisa dilakukan dalam beberapa dekade terakhir. Masalahnya, metode penyimpanan DNA yang ada selama ini cukup rumit, mahal, dan butuh keahlian khusus. Data disimpan dengan menyusun urutan DNA satu per satu dari empat huruf: A, T, C, dan G.

Teknik Baru: Lebih Simpel dan Terinspirasi Sel Manusia
Nah, metode terbaru ini mencoba keluar dari cara lama yang ribet tadi. Peneliti dari Caltech, termasuk Lulu Qian, mengembangkan pendekatan baru yang jauh lebih praktis. Caranya? Mereka menyusun “balok-balok” DNA yang sudah jadi dan memodifikasi sebagian balok dengan proses kimia yang disebut metilasi. Modifikasi ini dilakukan untuk mengkodekan informasi, layaknya menulis angka biner 0 dan 1.

Metilasi ini sebenarnya proses alami yang juga terjadi di tubuh manusia—cara sel mengaktifkan atau mematikan gen tanpa mengubah urutan DNA-nya. Jadi bisa dibilang, teknik ini meniru cara sel kita mengelola informasi genetik.

Yang bikin tambah menarik, metode ini nggak perlu merangkai DNA dari awal. Kita tinggal menyusun balok-balok DNA di posisi yang tepat, lalu pilih mana yang mau dimodifikasi. Ini bikin prosesnya jauh lebih cepat dan bisa dilakukan dengan alat sederhana.

Dicoba oleh Mahasiswa dari Berbagai Latar Belakang
Buat ngetes apakah metode ini benar-benar user-friendly, tim peneliti melibatkan 60 mahasiswa dari berbagai jurusan, bahkan yang nggak punya latar belakang sains. Para peserta diminta menulis pesan singkat dan mengubahnya menjadi kode biner lewat situs web khusus.

Setelah itu, mereka dapat kit yang berisi balok DNA dan alat sederhana. Mereka tinggal tambahkan enzim buat memodifikasi balok tertentu. Hasil akhirnya dikirim ke laboratorium, lalu dianalisis pakai sequencer nanopore—alat yang bisa membaca DNA dan mendeteksi modifikasi yang terjadi.

Hasilnya? Pesan-pesan berhasil dikembalikan dengan tingkat kesalahan yang sangat rendah, hanya sekitar 1,4%. Dan itu pun masih bisa dikoreksi menggunakan teknologi pemrosesan bahasa.

Potensi Besar untuk Penyimpanan Jangka Panjang
Meskipun teknologinya masih dalam tahap awal, penyimpanan data dalam DNA punya potensi besar di masa depan. Terutama untuk menyimpan data jangka panjang yang jarang diakses, seperti arsip sejarah, catatan medis, atau hasil riset ilmiah.

Bayangkan saja, dalam satu tabung kecil berisi DNA, kita bisa menyimpan data dari seluruh perpustakaan digital dunia. Selain itu, DNA bisa bertahan selama ribuan tahun kalau disimpan dengan benar, jauh lebih awet dibanding hard disk atau SSD.

Masih Ada Tantangan
Meski menjanjikan, teknologi ini masih punya beberapa tantangan. Biayanya masih lebih tinggi dibanding metode penyimpanan konvensional, dan prosesnya belum sepenuhnya otomatis. Tapi para peneliti optimis, dengan otomatisasi dan pengembangan lebih lanjut, teknik ini bisa jadi jauh lebih efisien dan terjangkau.

Dan yang paling penting: metode ini membuka pintu bagi siapa saja untuk bisa berpartisipasi. Nggak perlu jadi ahli biologi molekuler untuk menyimpan data di DNA. Mungkin suatu hari nanti, kita bisa bikin “flashdisk biologis” sendiri di rumah.

Sumber

What's your reaction?

Related Posts

No Content Available